KONSULTASI PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) RUMAH SAKIT


Air limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial, sebelum dibuang ke lingkungan perairan air limbah rumah sakit harus memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan, baik oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun Pemerintah Daerah setempat, sehingga air limbah yang dibuang ke lingkungan perairan tidak menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu air limbah tersebut perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan perairan. Berbagai teknologi dapat diterapkan untuk mengolah air limbah rumah sakit salah satunya adalah Teknologi BIOFILTER AEROB-ANAEROB dengan media biakan bakteri yang akan mengurai bahan pencemar pada air limbah rumah sakit berupa media BIOFILTER SARANG TAWON.

Pengalaman Kami dalam Perancangan IPAL :
  1.   Perancangan Sistem IPAL RS. Bumi Waras, Bandar Lampung;
  2.   Perancangan Sistem IPAL RSIA Bunda Assyifa, Bandar Lampung;
  3.   Perancangan Sistem IPAL RSIA Anugerah Medika, Bandar Lampung;
  4.   Perancangan Sistem IPAL RS. Muhammadyah, Metro;
  5.   Perancangan Sistem IPAL RSIA Asih, Metro;
  6.   Redesain Sistem IPAL RS. Urip Sumoharjo, Bandar Lampung;
  7.   Redesain Sistem IPAL RSUD Kanudjoso Tjatiwibowo, Balikpapan, KALTIM;
  8.   Perancangan Sistem IPAL RS Airan, Lampung Selatan;
  9.   Perancangan Sistem IPAL RS Medika Insani, Bukit Kemuning, Lampung Utara.
Kami menerima Konsultasi dan Perencanaan Desain IPAL:
  •  Jika Anda menghadapi masalah terhadap kualitas air limbah yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Saudara, kami siap membantu Anda membuat Rancang Desain Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan Penerapan Teknologi Biofilter Aerob dan Anaerob, kami JAMIN kualitas air limbah Rumah Sakit Saudara berada dibawah STANDAR BAKU MUTU.

Kami menerima Konsultasi dan Perencanaan Desain IPAL:

SANITASI BURUK BERDAMPAK TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan Sanitasi merupakan ” upaya pengendalian terhadap semua faktor lingkungan fisik manusia atau upaya menghilangkan efek negatif yang dapat mengganggu terhadap perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia ”.

Peningkatan kualitas fasilitas sanitasi seperti jamban keluarga, sarana pembuangan air limbah rumah tangga, sarana air bersih dan sarana pembuangan sampah diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan demikian berbagai penyakit menular (seperti diare, demam berdarah, cikungya, thypus dan sebagainya) yang disebabkan oleh kualitas lingkungan yang buruk dapat ditekan seminimal mungkin.

Sanitasi yang buruk penyebab pencemaran air
Umumnya pada wilayah pemukiman kumuh fasilitas sanitasi yang dimiliki sangatlah terbatas dengan kualitas yang jauh dari standar kesehatan. Bisa kita lihat pada beberapa wilayah terutama pemukiman penduduk yang berada di sepanjang bantaran sungai masih terdapat rumah dimana sarana pembuangan tinja (jamban) berupa saluran pipa yang langsung dibuang ke aliran sungai tanpa ditampung melalui saptic tank, kondisi ini merupakan hal buruk dan jelas akan sangat berpengaruh terhadap kualitas perairan sungai yang bersangkutan.
Selain itu sarana pembuangan air limbah rumah tangga yang ada kondisinya tidak memadai dalam arti kata air limbah rumah tangga yang dihasilkan langsung dibuang begitu saja tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Kondisi ini jelas akan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber air baik perairan sungai maupun air tanah dangkal (sumur) mengingat bahwa aiir limbah rumah tangga merupakan air buangan yang dapat berasal dari buangan kamar mandi, aktivitas dapur, cuci pakaian dan lain-lain yang mungkin mengandung mikroorganisme patogen dan berbagai senyawa kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Komposisi air limbah rumah tangga yang berasal dari pemukiman terdiri dari tinja, air kemih, dan buangan air limbah lain seperti kamar mandi, dapur, cucian yang kurang lebih mengandung 99,9% air dan 0,1% zat padat.

Hasil penelitian Feachem (1981) tentang kandungan bakteri menunjukkan bahwa air limbah rumah tangga terkontaminasi oleh tinja manusia. Disebutkan bahwa 38% dari streptococcus fekal yang diisolasi adalah enterococcus (Streptococcus faecalis, S. faecium dan S. durans). Sebagian besar enterococcus pada air mandi adalah S. faecalis var liquifaciens. Streptococcus bovis merupakan hasil isolasi 22% dari seluruh streptococcus.

Proses perlakuan air limbah tidak menghilangkan atau menginaktifkan semua mikroorganisme patogen. Banyak mikroorganisme terjebak di dalamnya atau teradsorbsi ke partikulat dan terkonsentrasi di dalam lumpur. Bakteri patogen dalam lumpur termasuk spesies dari Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Vibrio dan Escherichia coli (Bitton, 1994 dalam Chauret et al., 1999). Penyebaran penyakit waterborne salah satu sumber kontaminan potensial adalah masuknya air limbah ke dalam sumber air minum (Roach et al., 1993 dalam Chauret et al., 1999).

Sebagai mana kita ketahui bahwa tinja dan air limbah rumah tangga merupakan media penularan penyakit terutama bila telah mencemari sumber air bersih (sumur) yang digunakan oleh masyarakat. Umumnya masyarakat Kota Bandar Lampung masih banyak menggunakan sumur sebagai sumber air bersih (lebih dari 50% penduduk). Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis pada tahun 2004 di tiga wilayah kelurahan berdasarkan tingkat kepadatan penduduk diketahui bahwa kualitas air sumur yang digunakan oleh masyarakat umumnya telah tercemar oleh bakteri E.coli dan Coliform. Indikator keberadaan bakteri E.coli dan Coliform menunjukkan bahwa sumber air yang digunakan oleh masyarakat telah tercemar oleh tinja dan air limbah rumah tangga.

Deterjen sebagai bahan pencemaran air
Selain itu menurunnya kualitas air baik air sungai maupun air tanah dangkal adalah sebagai akibat penggunakan bahan kimia dalam rumah tangga, salah satu diantaranya adalah Deterjen. Deterjen umumnya digunakan oleh setiap ibu rumah tangga untuk keperluan mencuci pakaian sehari-hari. Bisa kita bayangkan bila pada satu rumah tangga menggunakan deterjen minimal sebanyak 2 kg per bulan, maka untuk Kota Bandar dengan jumlah rumah pada tahun 2003 lebih kurang sebanyak 142.352 unit (RTRW Bandar Lampung, 2003), maka jumlah deterjen yang digunakan dalam satu bulannya sebanyak 284,7 ton dan untuk sepanjang tahun 2003 jumlah deterjen yang digunakan oleh masyarakat Kota Bandar Lampung sebanyak 3.416,4 ton deterjen. Penggunaan deterjen ini oleh setiap ibu rumah tangga dilakukan secara terus menerus dari tahun ke tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan deterjen berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk. Menurut pembaca apakah deterjen memberikan dampak terhadap lingkungan terutama lingkungan perairan ?

Perlu anda ketahu bahwa bahan baku deterjen adalah bahan kimia sintetik, meliputi surfaktan, bahan pembangun dan bahan tambahan (Stoker dan Seager, 1977). Menurut struktur kimianya, molekul surfaktan dibedakan menjadi dua yaitu rantai bercabang (alkyl bensen sulfonat atau ABS) dan rantai lurus (linier alkyl sulfonat atau ALS). Sifat deterjen ABS merupakan jenis surfaktan yang pertama kali digunakan secara luas sebagai bahan pembersih yang berasal dari minyak bumi. Jenis ini mempunyai sifat yang tidak mudah diuraikan oleh bahan-bahan alami seperti mikroorganisme, matahari, dan air. Banyaknya percabangan ABS ini menyebabkan kadar residu ABS sebagai penyebab terjadinya pencemaran air. Sedangkan untuk deterjen LAS merupakan jenis surfaktan yang lebih mudah diuraikan oleh bakteri. Deterjen LAS mempunyai kemampuan berbusa maksimal rata-rata 10-30% bahan organik aktif. LAS juga menghasilkan busa yang dapat hilang secara berangsur-angsur sehingga tidak mengganggu lingkungan. Akan tetapi bahan polifospat dalam deterjen ini akan terhidrolisis menghasilkan limbah yang mengandung fosfor sehingga menyebabkan eutrofikasi.

Salah satu cara untuk megetahui apakah deterjen yang kita gunakan ramah lingkungan atau tidak adalah dengan cara merendam pakaian sehari semalam. Jika air yang digunakan untuk merendam menjadi busuk, maka ini cukup untuk sebagai indikator bahwa deterjen yang kita igunakan adalah deterjen yang tidak ramah lingkungan atau deterjen ABS. Secara umum pengaruh deterjen ABS terhadap lingkungan perairan antara lain adalah (1) menurunkan tegangan permukaan, (2) menyebabkan pertumbuhan ganggang, (3) pegemulsian minyak dan lemak, (4) meningkatkan kekeruhan air, (5) pendangkalan perairan dan (6) kematian mikro organisme perairan. Kadar toksik deterjen untuk fitoplankton berkisar 10 – 100 ppm, makrofita 0,8 – 100 ppm, crustacea dan analida 0,1 – 10 ppm, sedangkan untuk ikan berkisar antara 9 – 500 ppm. Kematian biota perairan akibat deterjen akan berdampak pada menurunnya oksigen terlarut dalam air (DO), kondisi demikian dapat disimpulkan bahwa perairan yang bersangkutan telah mengalami pencemaran.

Bila mencermati dampak negatif yang ditimbulkan oleh deterjen upaya apa yang kiranya dapat dilakukan ?. Apakah menghentikan penggunaan deterjen atau beralih ke produk lain. Rasanya tidak mungkin, karena para kaum ibu rumah tangga telah jatuh cinta pada penggunaan deterjen dalam mencuci, mengingat penggunaan deterjen mampu menghilangkan noda-noda yang melekat pada pakaian anggota keluarganya. Menutup pabrik deterjen, jelas hal yang mustahil, karena berjuta-juta penduduk Indonesia bergantung hidupnya dari deterjen, mulai dari pemilik modal, buruh pabrik, distributor hingga ke pengecer. Jadi kiranya apa yang dapat dilakukan?

Solusi penanganan air limbah rumah tangga
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan dampak air limbah rumah tangga adalah dengan meningkatkan kualitas fasilitas sanitasi yaitu dengan membangun instalasi pengolahan air limbah rumah tangga (IPAL RT) dengan teknologi yang sederhana menggunakan berbagai media pengolahan, mungkin hanya itu yang dapat dilakukan oleh kita. Bila setiap rumah tangga dianjurkan untuk membangun IPAL rasanya sangat sulit penerapannya di lapangan karena berbagai alasan yang mungkin mereka sampaikan seperti keterbatasan lahan, besarnya biaya pembangunan dan sebagainya….dan sebagainya. Salah satu solusi yang kiranya tepat untuk dapat dilakukan adalah dengan membangun IPAL RT secara komunal yaitu satu IPAL RT diperuntukkan bagi beberapa rumah tangga, sehingga dengan model pembangunan IPAL seperti ini diharapkan dapat menghemat penggunaan lahan serta biaya pembangunannya.

Bagaimana dengan perumahan yang dibangun oleh Pengembang. Kiranya Pemerintah Kota Bandar Lampung sudah saatnya mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang kewajiban membangun sistem jaringan IPAL RT pada lokasi perumahan yang akan dibangun oleh pengembang, apakan melalui Peraturan Daerah atau Peraturan Walikota. Dengan demikian sumber air yang dimiliki oleh Kota Bandar Lampung kondisinya tidak semakin parah akibat buruknya kualitas sanitasi. Guna mewujudkan hal tersebut maka perlu kiranya peran aktif masyarakat yang dilakukan secara berkelanjutan dalam menjaga sumber air dan meningkatkan kualitas sanitasi terutama dilingkungan pemukimannya tanpa menunggu tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah. Terima kasih.

Ir. Muhtadi A. Temengung, M.Si
Dosen Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Malahayati Bandar Lampung